A.
Kembanglangit dalam Sejarah Pada tahun 1825 –
1830 dimasa perang penjajahan Belanda,
Banyak prajurit Pangeran Diponegoro yang tersesat dan kocar – kacir
untuk menghindari serangan pasukan Belanda.Salah seorang prajurit Pengeran
Diponegoro yang bernama Singomerto yang berasal dari Surakarta (Solo) tersesat
diwilayah sebelah selatan Bandar. Agar tidak diketahui Belanda maka dia
mengganti nama menjadi Kyai Heru. Pada waktu itu, tempat persembunyian Kyai
Heru masih merupakan hutan lebat dengan jumlah penduduk masih sedikit.Seiring
dengan perjalanan waktu, Kyai Heru bertemu dengan seorang wanita yang bernama
Sujiyah dan kemudian terjadilah perkawinan.Selama di persembunyian, kyai heru
menghabiskan waktunya baik siang atau malam untuk membangun wilayahnya dan
merenung tentang banyak hal.Di waktu malam hari, Kyai Heru duduk-duduk sambil
merenung dengan melihat bintang dan bulan dalam waktu yang cukup lama. Dalam
keadaan pikiran kosong dan niat yang ikhlas untuk membangun wilayahnya maka
Kyai Heru menyebut wilayah hutan persembunyiannya dengan nama Kembanglangit,
dengan filosofi bahwa bulan dan bintang merupakan bunga/kembangnya langit/dunia
diwaktu malam dimana kyai heru menghabiskan waktunya dimalam hari untuk melihat
bintang dan bulan. Pernikahan Kyai Heru dengan Sujiyah dikaruniai 7 orang anak,
2 putri dan 5 putra masing masing bernama : Suki, Ismail, Amir, Silaiman, Ma'un, Abdullah, Salamah
Dengan perjalanan waktu, putra dan putri Kyai Heru banyak yang menjadi
abdi negara pada waktu itu. Ismail (putra kedua ) menjadi Kepala Desa (lurah)
Kembanglangit yang pertama kali. Amir (putra ketiga) menjadi Kepala Desa
Kemloko untuk yang pertama kalinya (waktu itu kemloko masih merupakan desa
sendiri, belum bergabung dengan Kambangan).Sulaiman (putra keempat) menjadi
Kepala Desa Kalitengah yang pertama.Ma’un (putra kelima) menjadi Sekretaris
Desa Kembanglangit. Putra-putri yang lain manjadi abdi negara di Pemerintahan
Kolonial Belanda seperti menjadi pegawai DPU dll. Meskipun mereka bekerja
sebagai abdi negara/pegawai di Pemerintahan Kolonial Belanda tapi jiwa mereka
siap membela mati negara dan tertanam sikap untuk berjuang demi kemerdekaan
Negara.Keturunan Kyai Heru banyak tersebar di wilayah Kabupaten Batang dan
Kabupaten Pekalongan bahkan sudah menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
B.
Sejarah Mempertahankan Kemerdekaan di Bumi
Kembanglangit Pada tahun 1946 – 1949 pasca kemerdekaan,
Seorang prajurit bernama Letnan Kolonel
Muktar dilindungi oleh masyarakat Kembanglangit sampai ditempatkan di rumah
yang jelek sekalipun.Bukti otentiknya sudah ada berupa piagam yang disimpan
oleh Bapak Supardi (Kepala Desa kembanglangit tahun 1949) dari Letkol Muktar
yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Tengah. Sebelum perebutan kekuasaan dengan
Belanda, tentara pejuang membuat markas pejuang di Kembanglangit tepatnya
dirumah Bapak Dirham. Sedangkan di Kebaturan membuat markas di rumah Bapak
Supardi. Pada waktu terjadi pertempuran dengan Belanda, markas pejuang yang di
Kebaturan di bakar habis, tetapi untuk markas yang di Kembanglangit tidak di
bakar hanya saja alat alat yang ada untuk perjuangan di hancurkan. Untuk terus
menyerbu, tentara pejuang Belanda membuat tangsi dengan peralatan yang cukup
canggih pada waktu itu di Kebaturan (sekarang lokasinya di sebelah selatan SD
Kembanglangit).
Untuk melayani kebutuhan para tentaranya Belanda menyuruh
beberapa pemuda di Kembanglangit untuk menjadi Jongos/pembantu dengan
sebelumnya membentuk pemerintahan desa sesuai dengan kebutuhan Belanda.
Meskipun jongos/pembantu itu bekerja untuk Belanda, tetapi jiwa dan semangat
mereka tetap untuk perjuangan bangsa.Dengan mereka menjadi jongos/pembantu
Belanda, ini juga merupakan siasat/strategi untuk membantu perjuangan tentara
pejuang diantaranya dengan mengambil beberapa obat-obatan, perlengkapan senjata
dan lain-lain yang diperlukan dalam perjuangan untuk diberikan kepada tentara
pejuang. Disamping itu, keberadaan jongos-jongos ini juga sebagai mata-mata/telik
sandi tentara pejuang untuk mengetahui bagaimana siasat/strategi pasukan
Belanda. Adanya tangsi Belanda di Kebaturan membuat posisi tentara pejuang
semakin terdesak, sehingga berlari ke selatan dan meninggalkan markas yang ada
di Kembanglangit. Dalam pelarian itu, seorang pembantu Letkol Muktar yaitu
Letnan Martono tewas terkena mortir Belanda tepatnya di wilayah Sekisud,
Kalitengah. Untuk mengenang peristiwa itu, maka sekarang dibangun sebuah tugu
di lokasi tewasnya Letnan Martono.
Adanya bukti tugu dan piagam dari Gubernur
Jawa Tengah, menunjukkan bahwa masyarakat Kembanglangit terlibat langsung dalam
perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, meskipun tidak tertulis
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.Pengabdian terhadap Negara yang tinggi,
ikhlas dan tanpa pamrih, bagi masyarakat Kembanglangit merupakan suatu kearifan
lokal yang masih dijunjung tinggi waktu itu sampai sekarang, itu menjadi ciri –
ciri dari keturunan Singomerto/Kyai Heru.Itu salah satu sebabnya kenapa
meskipun mereka terlibat dalam perjuangan bangsa tapi tidak menuntut untuk
mejadi veteran. Sejarah mencatat, banyak keturunan singomerto yang menjadi abdi
negara bahkan ada yang menduduki posisi penting, antara lain :
a.
Kepala Wedana Pati, yaitu Tabri Dibyo Susatro
b.
Ketua DPRD Batang tahun 1990 yaitu Sudarmo
0 komentar:
Posting Komentar